Perjalanan Hijrah: Dari Malas Sholat hingga Istiqomah dalam Ibadah

Perjalanan Hijrah: Dari Malas Sholat hingga Istiqomah dalam Ibadah

Sejak masa SMA, saya jarang sekali melaksanakan sholat lima waktu. Bukan karena saya tidak mampu atau tidak bisa membaca doa-doa sholat, tapi karena rasa malas yang menghantui. Kehidupan terasa begitu cepat berlalu, dan saya merasa malas untuk menjalankan kewajiban sholat lima waktu, mungkin karena dosa-dosa yang saya lakukan di masa SMP. Saya bahkan hampir tidak menyangka apa yang telah saya lakukan di masa itu. Sering kali saya merenungi hal ini dan berusaha untuk bertobat, namun hati ini selalu merasa berat untuk memulai.

Kehidupan saya setelah lulus SMA pun tidak mudah. Saya merasa bingung harus bekerja apa, karena sering kali orang bilang lulusan SMA sulit mendapatkan pekerjaan. Rasa malas untuk beribadah semakin kuat, dan saya takut untuk melangkah mencari pekerjaan. Selama hampir setengah tahun, saya menganggur, hanya tinggal di rumah, makan, tidur, dan menghabiskan waktu bersama orang tua. Seperti masih sekolah, saya masih meminta uang jajan kepada orang tua, dan tak mampu membantu kebutuhan mereka. Akhirnya, untuk menghilangkan rasa bosan di rumah, saya memutuskan untuk mengamen dari rumah ke rumah.

Kira-kira selama tiga bulan saya menjalani kehidupan sebagai pengamen. Hingga suatu hari, saya mendapat kabar dari om saya tentang lowongan pekerjaan di Situbondo, kota tempat saya tinggal. Walaupun ragu, saya akhirnya memutuskan untuk melamar pekerjaan tersebut karena malu dengan orang tua dan tetangga yang melihat saya menganggur setelah lulus SMA. Setelah melalui proses seleksi, Alhamdulillah, saya diterima bekerja di Satpol PP di kota saya. Rasa senang tak terhingga menyelimuti hati saya, dan dorongan untuk berubah dan berhijrah mulai muncul, meskipun tidak sepenuhnya mulus.

Di tempat kerja baru saya, saya ditempatkan di Kecamatan Asembagus. Pada minggu pertama bekerja, saya memperhatikan salah satu rekan kerja saya yang sangat rajin sholat. Setiap kali adzan dhuhur berkumandang, dia selalu pergi ke musholla untuk sholat. Hal yang sama dia lakukan saat waktu ashar tiba. Melihat ketekunannya, saya pun diundang untuk sholat berjamaah oleh rekan saya ini.

“Udah sholat mas? Ayo sholat jamaah bareng saya,” katanya suatu hari.

Dengan rasa malas, saya menjawab, “Belum mas, nanti saja. Nanti saya nyusul.”

Dia pun menambahkan, “Nanti-nanti mas, lama-lama tidak jadi niatan buat sholat. Mending sekarang saja sholat bareng saya daripada nanti mas males.”

Meski merasa kesal dan merasa dia terlalu memaksa, saya akhirnya setuju untuk sholat berjamaah. Namun, ajakan yang lebih kuat datang dari senior saya di kantor, yang berkata, “Ayo dek, sholat jamaah bareng saya. Itu teman kamu juga sholat.”

Dengan perasaan terpaksa, saya pun mengikuti ajakan mereka untuk sholat berjamaah. Namun, setelah melaksanakan sholat, saya merasakan sesuatu yang berbeda. Ada ketenangan dan kedamaian yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Saya merasa seolah-olah hidayah dari Allah datang melalui ajakan teman-teman rekan kerja saya.

Setelah sholat, rekan saya bertanya, “Alhamdulillah, ikut juga sampean sholat berjamaah ya mas? Gimana rasanya setelah sholat berjamaah? Ada yang berbeda atau tidak?”

Saya menjawab dengan jujur, “Alhamdulillah mas, setelah sholat berjamaah, hati saya merasa tenang. Beda dari hari-hari sebelumnya. Biasanya saya jarang sekali sholat berjamaah, bahkan sholat pun hanya sehari sekali, itu pun kadang-kadang tidak sama sekali.”

Rekan saya pun menjawab, “Alhamdulillah kalau begitu mas, berarti sampean dapat hidayah dari Allah. Semoga besok seperti ini lagi, dan semoga tetap istiqomah berjamaah.”

Perasaan bersyukur dan terharu muncul dalam diri saya. Saya merasa beruntung memiliki rekan kerja yang peduli dan mengingatkan saya akan kewajiban sholat. Dari hari itu, saya berusaha untuk istiqomah dalam menjalankan sholat lima waktu, dan Alhamdulillah, saya hampir selalu sholat berjamaah. Banyak perubahan positif yang saya rasakan, mulai dari ketenangan hati hingga rasa syukur yang semakin mendalam atas nikmat yang diberikan Allah. Rezeki yang saya dapatkan pun terasa lebih berkah, dan hidup terasa lebih ringan.

Saya sadar bahwa semua ini adalah bagian dari rencana Allah. Kehidupan saya yang awalnya penuh kebingungan dan ketidakpastian, kini berubah menjadi lebih tenang dan terarah. Semua ini tidak lepas dari hidayah dan dorongan dari teman-teman rekan kerja saya yang senantiasa mengingatkan saya akan pentingnya ibadah dan kedekatan dengan Allah. Alhamdulillah, saya merasa menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bersyukur atas segala yang telah saya alami.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *