Perjalanan Spiritual: Dari Masa Kecil yang Kelam hingga Menemukan Jalan dalam Islam

Perjalanan Spiritual: Dari Masa Kecil yang Kelam hingga Menemukan Jalan dalam Islam

Perjalanan spiritual saya adalah sebuah kisah panjang yang penuh liku-liku, yang membawa saya dari masa kecil yang keras hingga menemukan ketenangan dan makna dalam Islam. Perjalanan ini tidak terjadi secara tiba-tiba; perubahan yang saya alami adalah hasil dari proses bertahap yang penuh dengan refleksi dan pengalaman hidup.

Sejak kecil, saya tumbuh di lingkungan yang sulit. Saya bersekolah di SD yang terletak dekat pasar, yang sering dianggap sebagai tempat “buangan.” Sekolah ini dipenuhi oleh anak-anak yang dianggap bermasalah, dan lingkungan di sana sangat keras. Perkelahian, bullying, pemalakan, dan bahkan pemukulan berkelompok adalah hal yang biasa terjadi. Kondisi ini membentuk saya menjadi pribadi yang keras kepala dan egois, karena saya merasa perlu untuk bertahan hidup di lingkungan yang keras ini. Pada masa itu, saya juga tidak menjalankan agama dengan sungguh-sungguh. Salat dan puasa saya lakukan hanya jika disuruh atau ketika saya sedang ingin saja. Bisa dikatakan, saya bukanlah seorang yang religius.

Namun, kehidupan saya mulai berubah ketika saya diterima di sebuah SMP favorit. Lingkungannya jauh lebih baik dan kondusif dibandingkan dengan SD saya sebelumnya. Di sini, saya bertemu dengan teman-teman yang baik dan bisa dipercaya, dan saya masih menjaga hubungan baik dengan mereka hingga sekarang. Salah satu momen yang mengubah pandangan saya terjadi ketika saya melihat teman-teman saya salat Dzuhur dan Ashar secara rutin di sekolah. Saya merasa malu karena sejak SD saya hampir tidak pernah menjalankan salat Dzuhur dan Ashar. Saya mulai bertanya-tanya dalam hati, “Mengapa mereka bisa konsisten menjalankan salat setiap waktunya, sedangkan saya tidak? Apa yang membuat mereka berbeda?” Meskipun demikian, selama beberapa waktu saya hanya mengamati mereka tanpa mengambil tindakan. Saya masih merasa malas untuk mulai beribadah secara rutin.

Semua berubah ketika saya berada di kelas 2 SMP. Saya memiliki teman sebangku, sebut saja namanya S. Kami sangat akrab, dan suatu hari saya mendengar kabar bahwa dia meninggal dunia karena kecelakaan tragis. Saya sangat terkejut. Bagaimana bisa? Padahal kemarin dia baik-baik saja. Berbagai perasaan berkecamuk dalam diri saya—kaget, sedih, cemas, dan rasa bersalah. Saya merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan dia, meskipun saya tahu bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Beberapa hari sebelum kecelakaan, saya sempat menawarkan bantuan untuk mengerjakan tugas, tetapi dia menolak. Kebetulan, dia mengalami kecelakaan dalam perjalanan ke rumah salah satu teman kami untuk mengerjakan tugas. Peristiwa ini membuat saya berpikir, “Tidak ada yang tahu kapan maut akan datang, lalu mengapa saya masih bermain-main dalam kehidupan yang singkat ini?”

Kejadian ini juga membuat saya teringat pada momen ketika saya melihat teman saya itu menonton film porno bersama teman-teman sekelasnya, sehari sebelum dia meninggal. Saya tidak bisa mempercayai bahwa seseorang bisa meninggal dunia dengan begitu tiba-tiba, bahkan dalam keadaan yang tidak baik. Saya mulai merenungkan nasib saya sendiri, “Bagaimana jika saya meninggal dunia dalam keadaan yang buruk? Apakah saya siap menghadap Pencipta saya?”

Pertanyaan-pertanyaan ini mendorong saya untuk merenungkan lebih dalam tentang tujuan hidup saya. Apakah saya sudah siap menghadap Allah dalam keadaan yang bersih? Apakah saya sudah menjalankan kewajiban saya sebagai seorang Muslim dengan baik? Pada titik ini, saya memutuskan untuk berubah dan menjadi pribadi yang lebih baik. Saya mulai belajar tentang ajaran Islam dengan lebih serius, memperbaiki salat, puasa, dan sedekah saya. Saya juga berusaha mencari ilmu agama sebanyak mungkin, mengikuti berbagai seminar, kajian, dan diskusi tentang Islam. Saya bergabung dengan komunitas yang mendukung perkembangan spiritual saya, termasuk teman-teman yang saleh yang selalu siap membantu saya belajar lebih banyak tentang Islam. Saya juga mulai berpartisipasi dalam kegiatan sosial, membantu kaum dhuafa dan masyarakat yang membutuhkan. Proses ini membantu saya menemukan makna hidup sebagai hamba Tuhan dan khalifah di muka bumi.

Saya bersyukur karena Allah SWT membukakan jalan bagi saya untuk menemukan makna hidup yang sejati. Jika ditanya apa kado terindah yang pernah saya terima, saya akan menjawab tanpa ragu: nikmatnya memahami dan menjalani ajaran Islam. Islam telah memberikan saya pedoman hidup yang objektif, rasional, dan bermakna, yang membantu saya menjalani kehidupan ini dengan lebih baik. Saya berdoa semoga saya bisa terus istiqomah dalam menapaki jalan ini, dan semoga kisah saya bisa memberi manfaat bagi orang lain. Aamiin yaa robbal ’alamiin.

Sumber: https://id.quora.com/Bagaimana-cerita-titik-balikmu-sebelum-memutuskan-untuk-hijrah

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *